Enteng Tanamal luncurkan buku biografi sekaligus rayakan ulang tahun ke-81 di Jakarta, Kamis (9/10/25). Menteri Fadli Zon hingga Krisdayanti hadir.
Jakarta Musisi legendaris Enteng Tanamal meluncurkan buku biografi sekaligus merayakan ulang tahun ke-81 di Perpustakaan Nasional Jakarta, Kamis (9/10/25). Momen manis ini dihadiri Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, hingga sang diva Krisdayanti.
Pelantun “Menghitung Hari” mengenang kebaikan Enteng Tanamal di awal kariernya. Salah satunya, saat Krisdayanti melenggang ke Asia Bagus, kompetisi menyanyi terpopuler bagi remaja di kawasan Asia, pada dekade 1990-an.
KD yang lolos ke babak final mesti mengurus paspor agar bisa mewakili Indonesia di level Asia. Enteng Tanamal mengulurkan tangan. Ia membantu Krisdayanti mengurus paspor. Hingga kini, kebaikan itu membekas di hati KD.
“Dulu ada ajang yang namanya Asia Bagus, acara itu diadakan di Singapura. Saya salah satu pesertanya. Karena harus pergi ke luar negeri, Om Enteng yang pertama kali membuatkan paspor saya,” kata Krisdayanti.
Kenangan di Asia Bagus
Kepada Showbiz Liputan6.com, Krisdayanti menambahkan bahwa di ajang Asia Bagus yang pertama itu Enteng Tanamal menjuri. Teknik vokal matang dan penjiwaan yang mumpuni mengantar KD jadi pemenang.
“Di ajang Asia Bagus yang pertama itu Om Enteng jadi juri mewakili Indonesia, kebetulan saya yang menang. Waktu itu saya membawakan lagu judulnya ‘Learning From Love’ cipaan Tengku Malinda,” bintang sinetron Abad 21 menyambung.
Perjalanan Bermusik Saya
Asia Bagus mengantar Krisdayanti menjadi diva dengan karier langgeng. Karenanya, saat mendengar kabar Enteng Tanamal meluncurkan buku Memahami Hak Cipta dan Tata Kelola Royalti Dalam Industri Musik Indonesia, KD hadir memberi dukungan.
“Buku ini tak hanya mengisahkan perjalanan bermusik saya, tapi juga berisi bagaimana seharusnya mengelola royalti berdasarkan pengalaman nyata, bukan teori. Belakangan banyak ribut soal royalti kan,” Enteng Tanamal menjelaskan.
Enteng Tanamal dan Hak Cipta
Ia mengulas, keributan ini karena ada kesenjangan antara pencipta lagu dan penyanyi atau pemusik. Enteng Tanamal mengingatkan, penghargaan atas karya para pencipta lagu masih minim sehingga banyak pencipta lagu yang hidupnya memprihatinkan.
“Dulu pencipta lagu itu karyanya dihargai 25 ribu per lagu, itu pun jual putus. Jadi lagu mau diapain saja sama produser dia sudah tidak dapat apa-apa lagi. Tapi kalau pemusiknya masih lumayan, bisa dapat ratusan ribu, apalagi penyanyinya,” kenangnya.
“Kalau lagunya meledak di pasar bisa dapat jutaan. Sekali lagi buku ini bisa jadi panduan bagaimana mengelola royalti musik berdasarkan kenyataan. Semoga bermanfaat buat perbaikan tata kelola royalti di Indonesia,” Enteng Tanamal berharap.
Buku ini juga mengisahkan perjalanan musik Enteng Tanamal, termasuk ketika mendirikan organisasi musik pertama yakni Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta lagu dan Pemusik Republik Indonesia.

:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5378081/original/042802800_1760185357-Enteng_Tanamal_0.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5378082/original/081826000_1760185357-Enteng_Tanamal_2.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5378083/original/025803500_1760185358-Enteng_Tanamal_3.jpeg)
